1.
DAMPAK
KRISIS EKONIMI BAGI PEREKONIMIAN
A.
KRISIS
EKONOMI GLOBAL
Seluruh dunia
telah diliputi oleh krisis financial (krisis ekonomi global), seluruh
negara-negara di dunia baik itu negara maju maupun negara berkembang telah
terjebak dalam kesulitan yang sangat rumit. Beberapa negara yang sebelumnya
menikmati kondisi ekonomi yang kuat yang mempunyai teknologi yang canggih dalam
hal ilmu pengetahuan, pangan, senjata, obat-obatan terlihat hancur
perekonomiannnya. Fakta dari masalah tersebut adalah bahwa ekonomi
negara-negara tersebut ditopang oleh kebijakan yang sangat rapuh yang
meyebabkan collaps terkena dampak krisis ekonomi global.
Krisis
finansial global yang menyebabkan menurunnya kinerja perekonomian dunia secara drastis.
Bagi negara-negara berkembang dan emerging markets, situasi ini dapat merusak
fundamental perekonomian, dan memicu terjadinya krisis ekonomi.
Kekhawatiran
atas dampak negatif pelemahan ekonomi global terhadap perekonomian di
negara-negara emerging markets dan fenomena flight to quality dari investor
global di tengah krisis keuangan dunia dewasa ini, telah memberikan
tekanan pada mata uang seluruh dunia, termasuk Indonesia dan mengeringkan
likuiditas dolar Amerika Serikat di pasar domestik banyak negara. Hal ini menyebabkan
pasar valas di negara-negara maju maupun berkembang cenderung bergejolak di
tengah ketidakpastian yang meningkat.
Dampak
negatif yang paling cepat dirasakan sebagai akibat dari krisis perekonomian
global adalah pada sektor keuangan melalui aspek sentimen psikologis maupun
akibat merosotnya likuiditas global. Penurunan indeks harga saham di Bursa Efek
Indonesia (BEI) mencapai sekitar 50,0 persen, dan depresiasi nilai tukar rupiah
disertai dengan volatilitas yang meningkat.
B. Penyebab Krisis
Ekonomi dan dampak nyan terhadap perekonian
Ditengah
dinamika ekonomi global yang terus-menerus berubah dengan akselerasi yang
semakin tinggi sebagaimana digambarkan di atas, Indonesia mengalami terpaan
badai krisis yang intensitasnya telah sampai pada keadaan yang nyaris menuju
kebangkrutan ekonomi.
Krisis
ekonomi – yang dipicu oleh krisis moneter – beberapa waktu yang lalu, paling
tidak telah memberikan indikasi yang kuat terhadap tiga hal. Pertama,
kredibilitas pemerintah telah sampai pada titik nadir. Penyebab utamanya adalah
karena langkah-langkah yang ditempuh pemerintah dalam merenspons krisis selama
ini lebih bersifat “tambal-sulam”, ad-hoc, dan cenderung menempuh jalan yang
berputar-putar.
Selain
itu, seluruh sumber daya yang dimiliki negeri ini dicurahkan sepenuhnya untuk
menyelamatkan sektor modern dari titik kehancuran. Sementara itu, sektor
tradisional, sektor informal, dan ekonomi rakyat, yang juga memiliki eksistensi
di negeri ini seakan-akan dilupakan dari wacana penyelamatan perekonomian yang
tengah menggema.
Kedua,
rezim Orde Baru yang selalu mengedepankan pertumbuhan (growth) ekonomi telah
menghasilkan crony capitalism yang telah membuat struktur perekonomian menjadi
sangat rapuh terhadap gejolak-gejolak eksternal. Industri manufaktur yang
sempat dibanggakan itu ternyata sangat bergantung pada bahan baku impor dan tak
memiliki daya tahan. Sementara itu, akibat “dianak-tirikan”, sektor pertanian
pun juga tak kunjung mature sebagai penopang laju industrialisasi. Yang saat
itu terjadi adalah derap industrialisasi melalui serangkaian kebijakan yang
cenderung merugikan sektor pertanian. Akibatnya, sektor pertanian tak mampu
berkembang secara sehat dalam merespons perubahan pola konsumsi masyarakat dan
memperkuat competitive advantage produk-produk ekspor Indonesia.
Salah
satu faktor terpenting yang bisa menjelaskan kecenderungan di atas adalah
karena proses penyesuaian ekonomi dan politik (economic and political
adjustment) tidak berlangsung secara mulus dan alamiah. Soeharto-style
state-assisted capitalism nyata-nyata telah merusak dan merapuhkan tatanan
perekonomian. Memang di satu sisi pertumbuhan ekonomi yang telah dihasilkan
cukup tinggi, namun mengakibatkan ekses yang ujung-ujungnya justru counter
productive bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Ketiga,
rezim yang sangat korup telah membuat sendi-sendi perekonomian mengalami
kerapuhan. Secara umum, segala bentuk korupsi akan mengakibatkan arah alokasi
sumber daya perekonomian menjurus pada kegiatan-kegiatan yang tidak produktif
dan tidak memberikan hasil optimum. Dalam kondisi seperti ini pertumbuhan
ekonomi memang sangat mungkin terus berlangsung, bahkan pada intensitas yang
relatif tinggi. Namun demikian, sampai pada batas tertentu pasti akan
mengakibatkan melemahnya basis pertumbuhan.
Selanjutnya,
praktik-praktik korupsi secara perlahan C tapi pasti C telah merusak tatanan
ekonomi dan pembusukan politik yang disebabkan oleh perilaku penguasa, elit
politik, dan jajaran birokrasi. Keadaan semakin parah ketika jajaran angkatan
bersenjata dan aparat penegak hukum pun ternyata juga turut terseret ke dalam
jaringan praktik-praktik korupsi itu.
Hancurnya
kredibilitas pemerintah yang dibarengi dengan tingginya ketidakpastian itu
telah menyebabkan terkikisnya kepercayaan (trust). Yang terjadi dewasa ini
tidak hanya sekadar pudarnya trust masyarakat terhadap pemerintah dan
sebaliknya, melainkan juga antara pihak luar negeri dengan pemerintah, serta di
antara sesama kelompok masyarakat.
Yang
terakhir disebutkan itu tercermin dengan sangat jelas dari keberingasan massa
terhadap simbol-simbol kekuasaan serta kemewahan dan terhadap kelompok etnis
Cina, seperti yang dikenal dengan peristiwa Mei 1998.
No comments:
Post a Comment