Wednesday, July 1, 2015

makalah islam memasuki abab ke 21


BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Salah satu karakter Islam adalah sifatnya yang dinamis. Hal tersebut tampak dari keluasan ajaran-ajarannya yang dapat dipakai oleh siapa pun, di mana pun, dan kapan pun.  Secara historis, Islam pada mulanya memang  turun di masyarakat Arab. Namun demikian pada dasarnya Islam bukanlah untuk masyarakat Arab saja, akan tetapi Islam turun untuk memberi pencerahan bagi seluruh alam hingga hari kiamat. Berkenaan dengan hal tersebut, timbul permasalahan karena setting masyarakat selalu berbeda dari satu waktu ke waktu yng lain. Sedangkan Islam dituntut untuk dapat selalu up to date dengan setiap masyarakat yang ada. Dengan demikian diperlukan adanya reinterpretasi terhadap sumber-sumber ajaran Islam agar dapat didialogkan dengan setiap masyarakat yang dihadapinya.
Di Indonesia, Islam kembali menemukan momentum untuk bangkit setelah Soeharto lengser dari kedudukannya. Para intelektual Islam menggunakan momen keterbukaan yang ada untuk mendirikan partai-partai politik, ormas, publikasi media, dan organisasi-organisasi payung untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Perkembangan Islam di Indonesia mengalami kemajuan yang lebih cepat daripada masa sebelumnya. Dinamisasi Islam yang terjadi tidak dapat dilepaskan dari munculnya para intelektual muda yang mengenyam pendidikan barat. Sepulang dari barat, mereka berusaha menerjemahkan pemikirannya dalam alam Indonesia yang majemuk.
Dalam menganalisa dinamika dan perkembangan Islam di setiap tahap perkembangannya, kita tidak boleh mengacuhkan kebenaran bahwa setiap dimanmika selalu berhubungan dan dipengaruhi oleh dinamika sebelumnya. Uraian tentang perkembangan Islam pada Abad 21 merupakan rangkaian sejarah yang tidak akan terlepas dari perkembangan Islam pada abad-abad sebelumnya, abad yang sering dinamakan dengan modernisasi, pembaharuan dan sebagainya. Artinya rantai sejarah adalah mutlak mempengaruhi dinamika suatu hal termasuk Islam.
                                                                                                                             
Bila kita melihat sekilas kembali kepada masa-masa keemasan Islam, kita akan melihat bahwa hal tersebut merupakan dampak dari sejarah yang terjadi pada masa sebelumnya. Hal serupa juga terjadi ketika Islam mengalami keterpurukan, keterbelakangan pengetahuan, mobilitas dan moral ketika masyarakat-masyarakat muslim di negara-negara Asia dijajah oleh negara-negara Barat.

Apa yang terjadi dalam pada Islam pada abad 21 merupakan dampak dari segala hal yang sangat komplek yang terjadi pada abad sebelumnya. Munculnya isu-isu sekularisme, terorisme dan sebagainya yang ramai diperbincangkan pada abad 21 merupakan rangkaian peristiwa yang tidak bisa dilihat dari abad 21 saja. Artinya apa yang terjadi pada abad 21 merupakan rangkaian peristiwa yang tidak bisa dilepaskan dari abad-abad sebelumnya. Namun demikian, adalah menarik untuk mengkaji dinamika Islam pada abad 21. Makalah ini akan mencoba mengupas dinamika dan perkembangan Islam pada abad 21.
                                                                                                                        
B.     RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut
1.      Bagaimana perkembangan umat islam di abad 21?
2.      Bagaimana ketergantungan hubungan umat islam dengan barat?
3.      Apa dampak yang terejadi terjadi dengan memsuki abad ke 21?

C.    TUJUAN PENELUSIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas bahwa tujuan penyusunan makalah ini sebagai berikut
1.      Untuk mengetahui perkembangan umat islam pada abad 21
2.      Menelusuri tentang ketergantungan hubungan umat islam terhadap barat
3.      Untuk mengehttuhui dampak dari perkembangan  zaman.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Islam dan Isu Globalisasi.
Secara tekstual sejak 14 abad yang lalu Alquran telah menegaskan bahwa Islam adalah ajaran universal, dimana misi serta klaim kebenaran ajarannya melampaui batas-batas suku, etnis, bangsa dan bahasa. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika berbagai seruan Alquran banyak sekali menggunakan ungkapan yang berciri kosmopolitanisme ataupun globalisme. Misalnya saja banyak firman Allah yang memulai seruan-Nya dengan ungkapan "Wahai manusia...." Lebih dari itu, karena Islam kita yakini sebagai agama penutup, maka secara instrinsik jangkauan dakwah Islam mestilah mendunia, bukannya agama suku, rasial dan parokhial sebagaimana agama-agama terdahulu yang hanya dialamatkan pada suatu kaum tertentu.
Secara historis-sosiologis, baru abad sekarang ini umat Islam semakin sadar bahwa Islam benar-benar tertantang memasuki panggung dakwah dan percaturan politik yang berskala global, yang antara lain disebabkan oleh revolusi teknologi transportasi dan informatika serta komunikasi. Ketika sistem informasi dibantu dengan satelit, maka planet bumi seakan menjadi kecil. Barangkali hampir seluruh sudut bumi ini, dapat dipotret oleh manusia dan dalam waktu yang bersamaaan gambar dan berbagai penjelasan detailnya bisa disebarluaskan ke seluruh penjuru dunia.
Masyarakat muslim ternyata keteteran menghadapi globalisasi yang dicanangkan oleh negara-negara Barat. Masyarakat Muslim secara keseluruhan tidak bisa mengimbangi laju budaya, informasi, politik dan ekonomi yang dibawa oleh globalisasi.
Masyarakat-masyarakat Muslim pada abad 21 mengalami keterpurukan bila dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat lainya. Ketinggalan-ketinggalan ini merupakan akibat dari perkembangan masyarakat yang tidak dinamis-sekali lagi kejumudan pergerakan itu tentu saja merupakan dampak dari berbagai hal yang terjadi pada masa sebelumnya-, tidak mampu berkompetisi dengan masyarakat lainnya.
Globalisasi yang selalu berkonotasi informasi menguasai segala bentuk kehidupan masyarakat dunia, baik kebudayaan, politik dan ekonomi. Ketika Yahudi memasuki jalur Gaza dan mendirikan pemukiman di tanah Palestina, media informasi yang berbasis di Amerika dan negara Eropa lainnya tidak meyebutnya sebagai teoris. Terjadi kepincangan informasi dalam abad globalisasi yang menyudutkan masyarakat Muslim.
Kepincangan informasi yang terjadi pada abad globalisasi merupakan ketidak mampuan masyarakat muslim bersaing dengan masyarakat Barat dalam teknologi informasi. Ketika pusat-pusat pendidikan teknologi di Barat terus berkembang, pusat pendidikan Islam di Timur Tengah dan di tempat lainnya masih berkutat dengan sejarah, pemikiran tokoh-tokoh terdahulu, perdebatan tentang kehendak tuhan dan manusia, perdebatan tentang akal pertama hingga ke-sepuluh, sistem pendidikan pada masa Abbasiyah dan sebagainya yang menunjukkan bahwa masyarakat muslim hanya mampu bercerita zaman keemasan tanpa bisa bersaing secara praktis di dunia nyata.
Jika kita ikuti berbagi jurnal, buku dan komentar para pakar politik dan kebudayaan, setelah berakhirnya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, perhatian Barat terhadap Islam kelihatan semakin meningkat, baik dalam kontrol positif maupun negatif. Para pengamat politik internasional, di antara yang paling vokal adalah Samuel P Huntington, mengatakan bahwa kini kontak yang intens antara Barat dan Islam muncul kembali dan sisa-sisa benturan masa lalu ternyata masih laten. Tentu saja pernyataan ini perlu dikaji ulang. Namun yang pasti adanya kebangkitan dunia Islam dan kekhawatiran Barat terhadap dunia Islam merupakan kenyataan yang sulit di ingkari.

B.     Dinamisasi Islam di Indonesia di Awal Abad ke-21
Fakta bahwa Islam bukanlah penyebab kemunduran umat muslim bukan berarti meniadakan perlunya reformasi pemahaman Islam dewasa ini. Penekanan Islam pada aspek keadilan, persaudaraan, dan toleransi serasa semakin melemah  di berbagai belahan masyarakat muslim, demikian halnya penekanan pada aspek pembangunan karakter. Reformasi pemahaman Islam bisa dilakukan melalui jalan dialog. Peran pemerintah dalam hal ini seharusnya adalah hanya terbatas pada penciptaan iklim yang kondusif bagi proses dialog. Hal ini akan menciptakan hubungan baik antara pemerintah dan ulama serta rakyat Sayangnya, wacana toleransi antar umat beragama yang dikawal secara rapi semasa kekuasaan Orde Baru ternyata tidak mengakar pada masyarakat, karena tampaknya pendekatan yang digunakan pada masa itu lebih bersifat politik. Jadi, toleransi dan kehidupan harmonis yang dikonstruksi pada masa  itu tidak mengakar dan menjadi kesadaran struktural tetapi lebih dilakukan sebagai keharusan karena ada kontrol dan tekanan dari alat-alat kekuasaan negara
Meskipun tidak dapat dipungkiri adanya peningkatan kemunculan kelompok-kelompok radikal di Indonesia, Selain itu, gaung kampanye nilai-nilai Islam yang substantif seperti pembasmian korupsi dan pembelaan terhadap kaum miskin menyebar ke seluruh pelosok tanah air. Hal tersebut menunjukkan bahwa kaum Muslim di Indonesia tidak ragu dalam menerima dan menyerap nilai-nilai demokrasi  yang sudah sejak lama diperjuangkan  tidak hanya oleh para pendiri bangsa tapi juga organisasi Islam yang terus menggagas Islam yang kontekstual, yaitu yang mampu merespon secara positif persoalan masa kini.
Islam di Indonesia mempunyai karakteristik yang berbeda dengan Islam Timur Tengah. Sejak awal kedatangannya, Islam di Indonesia mengalami proses akulturasi dengan kepercayaan purba, pra Islam, dan sosio-kultural setempat. Sejak abad ke-17 para intelektual Muslim telah menanamkan benih-benih Islam progresif atau yang sekarang sering disebut Islam kontekstual (moderat). Hal yang juga tidak kalah penting adalah Islam di Indonesia tidak terbelenggu oleh romantisme kejayaan masa silam.

C.    Dinamika Sosial Islam
1.      Agama
Berbicara tentang dinamika keagamaan yang muncul dan mencuat dalam masyarakat muslim khususnya di Indonesia, kita tidak bisa mengindahkan fenomena-fenomena munculnya nabi-nabi palsu. Fenomena-fenomena kemunculan oknum yang mengaku dirinya sebagai nabi sampai saat ini hanya terdengar di Indonesia. Orang Indonesia yg mengaku dirinya sebagai nabi adalah sebagai berikut:
a.       Ali Taetang, berasal dari Banggai pada tahun 1956 ali taetang mendirikan aliran alian Imamullah. Aliran ini didirikan Haji Ali Taetang Likabu di Dusun Sampekonan, Kecamatan Liang, Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah. Tak ada data pasti jumlah pengikutnya tetapi diduga ribuan orang menjadi anggotanya dan tersebar di seluruh Indonesia. Sebelumnya di daerah ini masyarakat menganut animisme, dinamisme, dan mistik. Secara umum ajaran Alian Imamullah sama dengan Islam tetapi paham ini mempunyai dua penyimpangan pokok yakni kepercayaan terbukanya pintu kenabian setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW sehingga Ali Taetang menyebut diri nabi. Kedua, dia mengubah syahadat rasul.
b.      Zikrullah Aulia Allah, berasal dari Sulawesi Tengah. Zikrullah Anak kedua dari istri kedua Taetang ini mengaku mendapat wahyu tentang kenabian melalui mimpi. Aliran Zikrullah Aulia Allah baru berdiri pada 29 Agustus 2004 lalu. Aliran ini merupakan versi terbaru dari aliran Alian Imamullah yang didirikan ayahnya, Ali Taetang Likabu pada 1970-an. Pada saat pendirian aliran itu, Zikrullah mengumumkan kenabiannya di atas mimbar Masjid Barokah, Dusun Sampekonan, Desa Labibi, Kecamatan Liang, Kabupaten Banggai Kepulauan. Saat itu, Zikrullah mengaku telah diangkat Allah menjadi nabi meneruskan almarhum ayahnya Ali Taetang Likabu yang juga mengaku sebagai nabi.
c.       Dedi Mulyana alias Eyang Ended, berasal dari Banten. Nabi palsu ini sebenarnya malah dukun cabul. ajaran eyang model ajaran agama yang memastikan tentang kiamat dan membolehkan seks bebas.
d.      Lia Eden,dengan sekte kerajaan Tuhan berasal dari Jakarta. Lia yang pintar menggubah puisi mengaku mendapat wahyu dari malaikat Jibril.
e.       Ahmad Moshaddeq berasal dari Jakarta mengaku dirinya mendapat perintah dari Allah untuk menyatakan kerasulannya dan memurnikan ajaran Musa, Isa dan Muhammad atau Din Al-Islam melalui mimpi setelah bertapa selama 40 hari 40 malam di salah satu villanya di Gunung Bunder, Bogor pada 23 Juli 2006.
Fenomena-fenomena munculnya nabi palsu ini menunjukkan betapa terbelakangnya pengetahuan keagamaan umat Islam. Selain itu, fenomena ini juga menunjukkan adanya kerinduan tokoh sentral dalam Islam yang mampu membawa perubahan yang signifikan bagi kehidupan ummat Muslim. Selain fenomena nabi palsu, pertikaian aliran-aliran dalam Islam juga masih sering terjadi. Di Iran, kontak fisik antara penganut Syi’ah dan Sunni masih terdengar di berita hingga sekarang ini.

2.      Ketegangan Hubungan Islam dan Barat.
Ketika kita mencermati keseluruhan sisi konfrontasi antara Islam dan Kristen pada Abad pertengahan, menjadi jelas buat kita bahwa pengaruh Islam atas dunia Kristen Eropa lebih besar ketimbang yang selama ini kita sadari. Bersama-sama Islam, Eropa barat tidak saja menikmati produk-produk material dan temuan-temuan teknologi: Islam bukan saja mendorong tumbuhnya intelektualisme Eropa, dalam lapangan-lapangan ilmu pengetahuan dan filsafat. Di samping itu Islam telah mendorong Eropa untuk membentuk citra baru mengenai dirinya sendiri.
Walaupun mempunyai akar teologis yang sama dan terjadi interaksi selama berabad-abad, hubungan Islam dengan Barat seringkali ditandai dengan saling tidak tahu, saling memberi stereotype, menghina dan konflik.
Ketegangan yang paling menonjol dan mempunyai dampak yang berlarut-larut bagi hubungan Islam-Barat adalah Perang Salib. Bagi kaum Muslim misalnya, kenangan mengenai Perang Salib itu tetap hidup dan menjadi representasi Kristen militan yang menendai awal agresi dan imperialisme Barat Kristen, kenangan yang hidup akan permusuhan awal Kristen terhadap Islam.
Ketegangan hubungan ini kemudian diperparah oleh situasi konflik di kawasan Timur Tengah. Dalam pertikaian antara negara-negara Arab melawan Israel pada tahun 1968, Barat secara kasatmata memberikan dukungan terhadap Israel, suatu langkah yang semakin menumbuhkan kebencian Arab (Islam) terhadap Barat.
Di sisi lain, masih banyak juga kalangan umat Islam yang beranggapan bahwa sampai saat ini Perang Salib belum berakhir. Perang yang dilakukan negara-negara Barat melawan Irak, kekerasan yang dilakukan pada kaum muslim di Bosnia dan Chechnya, penerapan sanksi terhadap Libya, memberikan kesan yang kuat pada umat Islam bahwa Perang Salib masih berlangsung.
Karena itu, Presiden AS, George Walker Bush, pun -entah disengaja atau tidak, atau lantaran merespon pernyataan Osama--menyatakan bahwa perang melawan teroris merupakan crusades (Perang Salib).
Pandangan serta sentimen negatif antara kedua pihak menyebabkan rasa permusuhan yang terpendam. Implikasi dari kondisi semacam ini akan melahirkan prasangka buruk yang sering menjadi hambatan bagi perbaikan hubungan di antara keduanya.
Meskipun agama Islam menurut Al-Quran mengajarkan tentang dirinya sebagai kelanjutan dan perkembangan agama Kristen, kaum Kristen tidak dapat menerima, dan tetap memandang Islam sebagai agama baru dan tampil sebagai tantangan kepada Kristen. Demikian juga sbaliknya, meskipun Kristen juga Yahudi disebut dalam Al-Quran sebagai “Ahli Kitab” yang memeluk agama nabi-nabi terdahulu, umat Islam menganggap kedua agama itu telah diselewengkan dan sudah jauh dari perspektif agama yang hanif sebagaimana disebutkan Al-Quran.
Kekalahan politik umat Islam yang berdampak pada hubungan Islam-Barat yang tak seimbang, telah mendatangkan blessing in disguise (rahmat terselubung) berupa tumbuhnya kesadaran untuk kembali mengembangkan agamanya melalui pengembangan budaya dan ilmu pengetahun. Maka belakangan ini telah muncul pusat-pusat Islam di berbagai negara-negara Barat.
Pusat-pusat Islam, ditambah migrasi sejumlah kaum Muslim ke negara-negara Barat, dalam beberapa tahun terakhir, telah mendorong tumbuhnya populasi Islam di berbagai negara Eropa sehingga Islam sudah berkembang menjadi agama terbesar kedua setelah Kristen dan menjadi agama dengan kemungkinan perkembangan terbesar. Di negeri Belanda yang berpenduduk sekitar 15 juta jiwa, misalnya, dalam waktu 10 tahun ke depan diperkirakan jumlah kaum Muslim sudah akan menyamai jumlah penganut agama Kristen.
Perkembangan positif dari populasi Islam ini, telah memunculkan upaya-upaya dialog yang konstruktif antara Islam dan Barat. Di negara-negara Eropa, dan juga di Amerika, dialog antara Islam dan Barat terus bergulir dalam berbagai format. Substansinya tetap, mencari titik-titik temu di antara dua peradaban besar itu, agar para pendukungnya dapat terus bergandengan tangan dan bekerja sama untuk meraih masa depan yang lebih cemerlang.
Baik Islam maupun Barat tampaknya sudah menyadari bahwa ekspansi militer, sebagaimana yang dilakukan imperium Islam pada abad pertengahan, dan oleh Barat terhadap negeri-negeri Muslim pada abad ke-19 dan ke-20, telah mewariskan dendam kesumat yang berkepanjangan. Dan, bangsa-bangsa Barat sekarang ini, tentunya tak mau negeri-negeri mereka yang makmur kembali bersimbah darah gara-gara perang bernuansa ras dan agama, seperti yang kini masih terjadi di berbagai tempat lain di dunia, termasuk di Indonesia.
.
3.      Pendidikan
Adalah susah untuk menjelaskan bagaimana dinamika pendidikan Islam berkembang pada abad 21, kecuali hanya sebatas opini-opini, karena abad 21 memang baru saja dimulai. Kita hanya bisa memperkirakan bagaimana dinamika pendidikan Islam nantinya.
Namun dapat dikatakan bahwa apabila pendidikan Islam hanya berkutat pada masalah romatisme kemenangan Islam pada masa lampau, maka masyarakat muslim pada abad 21 tidak akan jauh berbeda kondisinya dengan kondisi satu hingga dua abad silam. Di lingkaran pendidikan Islam, kita sering mendapatkan kajian tentang bagaimana konstribusi Islam atas kejaan Barat, tanpa memikirkan bagaimana sebaliknya. Pendidikan Islam-layaknya sekarang ini-akan bercorak pendidikan masyarakat yang lebih maju seperti pada masyarakat Eropa.
                           
4.      Masyarakat Sosial dan Budaya
Salah satu akibat dari globalisasi adalah interaksi budaya. Pertukaran budaya yang dibatasi oleh batas-batas negara merupakan salah satu aspek yang sering dan bahkan lazim dalam hubungan dua kebudyaan yang berbeda. Pada abad ke-20, Media massa secara sederhana telah menjadi alat imperialisme kultural, yang sebelumnya dilakukan melalui interaksi perorangan seperti melalui perdagangan, missi relijius, misi diplomatis dan perdagangan, penaklukan, pembelian teroterial dan pemberian hadiah, juga akan membawa kultur dominan kepada kultur minoritas di daerah tersebut.
Dengan melihat ke belakang, seperti pada awal tahun 1972, diadakanlah conferrensi Unesco yang merupakan bentuk perhatian dalam hal dominasi media Barat dalam membentuk opini dunia. Kemampuan media massa untuk diserap oleh masyarakat merupakan salah satu bentuk hegemoni Barat di masa lalu, hal ini diidentifikasi sebagai sumber utama dominasi kultural Barat atas Timur yang ini kemudian mengkibatkan munculnya detoriorasi nilai kebudaayaan dalam masyarakat dunia dunia ke-tiga.
Maraknya sajian-sajian budaya dan gaya hidup yang disajikan kepada masyarakat muslim menyebabkan masyarakat Muslim pada abad 21 seolah kehilangan identitas kebudayaannya. Media massa internasional yang berhasil menyentuh masyarakat-masyarakat di lain benua tidak hanya menyajikan politik akan tetapi juga gaya hidup dan kebudayaan.
Pengaruh kebudayaan Barat terhadap Islam tidak terbatas kepada kelompok-kelompok khusus masyarakat akan tetapi semua lapisan, akademis, ulama, anak-anak, remaja maupun dewasa, dalam hal berkomunikasi, bertindak, berpakaian dan berpikir.
Di dalam tataran masyarakat, identitas kebudayaan Islam dikalahkan oleh identitas kebudayaan Barat. Konten-konten kebudayaan Islami nampaknya hanya bisa bertahan dalam tingkat kehidupan personal masyarakat Muslim atau paling tidak di dalam keluarga.Kebudayaan keTimuran yang sering dikatakan sebagai kebudayaan Islam tidak mampu bersaing dan bertahan di dalam diri masyarakat muslim.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kajian menarik dinamika perkembangan  Umat Islam abad 21 terfokus kepada beberapa isu yang mencuat dalam Islam dan di luar kalangan Islam yang terkait dengannya, seperti isu terorisme, ketegangan hubungan antara Islam dengan Barat, dominasi Barat atas Islam dalam ekonomi, politik dan kebudayaan. Isu penting lainnya yang menjadi sorotan pemerhati perkembangan Islam khususnya dalam hubungannya dengan Barat adalah media informasi yang menjadi sarana dan perluasan ide-ide dan kebudayaan Barat. 
Tampaknya,Umat  Islam harus berusaha keras untuk bisa menghadapi abad 21 yang penuh dengan tantangan teknologi dan informasi global yang mengalir tidak seimbang. Kegagalan ummat muslim dalam berkompetisi dengan masyarakat lainnya merupakan dampak dari stagnasi pemikiran dan pergerakan Islam pada abad-abad sebelumnya

B.     Saran
Saya sadar bahwa dari mulai proses penyusunan makalah sampai berwujud makalah seperti ini terdapat banyak sekali kekurangan baik yang tekstual maupun kontekstual. Dari itu kami sangat mengharapkan partisipasi dari teman-teman atau pembaca, dengan memberikan saran dan kritik terhadap kekurangan saya. Tentunya hal tersebut sangat berguna bagi saya dalam meningkatkan pengetahuan saya. Dan saya ucapkan terimakasih.








No comments:

Post a Comment